Sunday, April 14, 2013

Pernikahan Menurut Hukum Islam

Pernikahan Menurut Hukum Islam

Kata Nikaha Berasal dari bahasa Arab Nikahun yang merupakan masdar dari kata kerja nakaha (tajawwaja) Nikah sering kita pergunakan, sebab telah masuk dalam bahasa Indonesia. Dalam kitab fiqh munakahat, yaitu bagian dari ilmu fiqh, tapi khusu membahas tentang perkawinan, memberi pengertian yaitu: interaksi dua pelaku yang berlainan jenis kelamin, sebab pernikahan memang tidak pernah terjadi dengan pelaku tunggal.

Menurut bahasa nikah berarti adh-dhammu wattadaakhul (bertindik dan memasukan) dalam kitab lain kata Nikah diartikan bertindih dan berkumpul, atau orang Arab bilang pergesekan rumpun pohon seperti bambu akibat tiupan angin diistilahkan dengan tanaakahatil asyjar (rumpun pohon itu sedang kawin) karena tiupan angin itu menyebabkan terjadinya pergesekan dan masuknya rumpun yang satu ke ruang yang lain.

Dalam kebiasaan sehari-hari kata nikah atau kawin mengandung dua maksud. Konotasinya (bukan arti/makna sesungguhnya), kata nikah disini dimaksudkan untuk perkawinan manusia, sedangkan kawin itu istilah untuk binatang. Kadang kita mendengar kata nikah atau kawin, sama-sama ditujukan kepada orang, tetapi dengan pengertian yang berbeda, seperti ucapan, “ kawin sih sudah, tetapi nikah belum” kawin disini di artikan melakukan hubungan suami istri secara ilegal (tidak resmi).

 Sedangkan nikah di artikan sebagai akad seremonila di hadapan petugas pencatat nikah.  sebagaimana di sebutkan dalam pengertian istilah ilmu fiqh, nikah berarti suatu akad (perjanjian) yang membolehkan melakukan hubungan suami istri dengan memakai kata-kata nikah/tazwiij.

Menurut para ulama mutaakhirin menjelaskan tentang pengertian nikah yaitu: Nikah adalah suatu akad yang membolehkan bergaul antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dan saling menolong diantara keduanya serta menentukan batas hak dan kewajiban diantara keduanya.

Dalam definisi diatas, tampak bahwa esensi perkawinan tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan biologis semata, melainkan adanya suatu kewajiban untuk menciptakan pergaulan yang harmonis yang di liputi rasa sayang menuju cita-cita bersama. sedangkan esensi yang terkandung dalam syariat, perkawinan adalah menaati perintah allah serta sunah rasul-nya, yaitu menciptakan suatu kehidupan rumah tangga yang mendatangkan kemaslahatan, baik bagi pelaku perkawinan itu sendiri, anak turunan, kerabat, maupun masyarakat. oleh karena itu perkawinan tidak hanya bersifat kebutuhan internal yang bersangkutan, tetapi mempunyai kaitan ekternal yang melibatkan banyak pihak. perkawinan dituntut untuk menghasilkan suatu kemaslahatan yang komplek, bukan sekedar ppenyaluran kebutuhan biologis semata.

pengertian diatas yang dikemukakan mutaakhirin selaras dengan pengertian yang diinginkan menurut undang-undang perkawinan yang termuat dalam pasal 1, yang berbunyi “ perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa”

Dasar-Dasar Perkawinan Menurut Hukum Islam
perkawinan menurut  hukum Islam yang pertama adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat mitsaqan ghaliidzan, untuk menaati perintah allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. dan yang kedua, pernikahan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah.

Hukum Nikah
Duhulu, para ulama berbeda pendapat dan penafsiran terhadap ayat tentang nikah. diantara mereka, seperti Imam Abu Daud Adz-Dzahiri berpendapat bahwa Nikah itu, asal hukumnya wajib. adapun Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa nikah itu hukkumnya mubah.

Dari perbedaan pendapat tersebut akhirnya diputskan “ hukum nikah dapat berubah sesuai dengan kondisi dan situasi dan berpulang pada hukum yang lima” yaitu wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah. Jadi, andaikata ada lima orang dihadapkan pada nikah, belum tentu hukumnya yang sama. hal ini tergantung kepada bagaimana kondisi orang-orang tersebut.

Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam - macam, maka hukum nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.

 Pertana, Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan - keperluan lain yang mesti dipenuhi.  Kedua, Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan terjerumus dalam perzinaan.

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِيعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وَجَاءٌ». )رواه البخاري ومسلم(

Artiny “ wahay para pemuda, barang siapa diantara kamu telah sanggup melaksanakan perkawinan, lakukanlah. Sesungguhnya pernikahan itu dapat memalingkan pandangan yang liar dan memelihara kehormatan. Barang siapa yang belum mampu melakukannya hendaklah dia berpuasa, sebab berpuasa merupakan penghalang berbuat dosa”

  Ketiga, Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan karena tidak mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat.  Keempat, Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia - nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.  Kelima, Mubah, bagi orang - orang yang tidak terdesak oleh hal - hal yang mengharuskan segera nikah atau yang mengharamkannya.

Dalam kehidupan berkeluarga, kita sering sekali mendengar istilah Sakinah, Mawaddah dan wa Rahmah. Ketiga kata tersebut sering dikaitkan dengan keluarga yang harmonis.

Sebagaimana diketahui, kata sakinah, mawadah dan rahmah itu diambil dari firman ALLAH SWT:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ 
لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ. (الروم : 21)
    
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri (pasangan) dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram (sakinah) kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih (mawadah) dan sayang (rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Ar-Rum : 21).

Makna Sakinah
Kata sakinah berasal dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, kata sakinah mengandung makna tenang, tenteram, damai, terhormat, aman, nyaman, merasa dilindungi, penuh kasih sayang, dan memperoleh pembelaan. Dengan demikian keluarga sakinah berarti keluarga yang semua anggotanya merasakan ketenangan, kedamaian, keamanan, ketenteraman, perlindungan, kebahagiaan, keberkahan, dan penghargaan.
Makna Mawaddah
Kata mawaddah juga berasal dari bahasa Arab. Mawaddah adalah jenis cinta membara, perasaan cinta dan kasih sayang yang menggebu kepada pasangan jenisnya. Mawaddah adalah perasaan cinta yang muncul karena adanya sebab-sebab yang bercorak fisik. Seperti cinta yang muncul karena kecantikan, ketampanan, kemolekan dan kemulusan fisik, tubuh yang seksi; atau muncul karena harta benda, kedudukan, pangkat, dan lain sebagainya.

Biasanya mawaddah muncul pada pasangan muda atau pasangan yang baru menikah, dimana corak fisik masih sangat kuat. Alasan-alasan fisik masih sangat dominan pada pasangan yang baru menikah. Kontak fisik juga sangat kuat mewarnai pasangan muda. Misalnya ketika seorang lelaki ditanya, “Mengapa anda menikah dengan perempuan itu, bukan dengan yang lainnya?” Jika jawabannya adalah, “Karena ia cantik, seksi, kulitnya bersih”, dan lain sebagainya yang bercorak sebab fisik, itulah mawaddah. Demikian pula ketika seorang perempuan ditanya, “Mengapa anda menikah dengan lelaki itu, bukan dengan yang lainnya ?” Jika jawabannya adalah, “Karena ia tampan, macho, kaya”, dan lain sebagainya yang bercorak sebab fisik, itulah yang disebut mawaddah.

Makna Rahmah
Rahmah berasal dari bahasa Arab. yang berarti ampunan, anugerah, karunia, rahmat, belas kasih, juga rejeki. Rahmah merupakan jenis cinta dan kasih sayang yang lembut, terpancar dari kedalaman hati yang tulus, siap berkorban, siap melindungi yang dicintai, tanpa pamrih “sebab”. Bisa dikatakan rahmah adalah perasaan cinta dan kasih sayang yang sudah berada di luar batas-batas yang bercorak fisik.

Biasanya rahmah muncul pada pasangan yang sudah lama berkeluarga, dimana tautan hati dan perasaan sudah sangat kuat, saling membutuhkan, saling memberi, saling menerima, saling memahami. Corak fisik sudah tidak dominan.

Misalnya seorang kakek yang berusia 80 tahun hidup rukun, tenang dan harmonis dengan isterinya yang berusia 75 tahun. Ketika ditanya, “Mengapa kakek masih mencintai nenek pada umur setua ini?” Tidak mungkin dijawab dengan, “Karena nenekmu cantik, seksi, genit”, dan seterusnya, karena si nenek sudah ompong dan kulitnya berkeriput. Demikian pula ketika nenek ditanya, “Mengapa nenek masih mencintai kakek pada umur setua ini?” Tidak akan dijawab dengan, “Karena kakekmu cakep, jantan, macho, perkasa”, dan lain sebagainya; karena si kakek sudah udzur dan sering sakit-sakitan. Rasa cinta dan kasih sayang antara kakek dan nenek itu bahkan sudah berada di luar batas-batas sebab. Mereka tidak bisa menjelaskan lagi “mengapa dan sebab apa” masih saling mencintai.

Ciri Keluarga Sakinah
kapan keluarga anda disebut keluarga sakinah. Misalnya seorang suami bekerja di luar rumah, dan pulang ke rumah setiap sore jam 17.00. Jika suami ini merasa tenang, damai, nyaman, tenteram saat semakin dekat ke rumah, maka ia memiliki perasaan sakinah. Namun jika setiap kali mau pulang, semakin dekat ke rumah hatinya semakin gelisah, tidak nyaman, enggan pulang karena tidak tenang, maka sangat dipertanyakan dimana rasa sakinahnya. 

Demikian pula saat isteri di rumah, ia mengetahui bahwa setiap jam 17.00 suaminya pulang ke rumah. Jika semakin dekat dengan jam kepulangan suami, hatinya semakin bahagia, tenang dan tenteram, maka ia memiliki perasaan sakinah. Namun jika semakin dekat dengan jam kepulangan suami hatinya berdegup kencang, tidak tenang, takut dan gelisah, maka sangat dipertanyakan dimana sakinahnya.
Apalagi jika si isteri berdoa “Semoga suamiku tidak jadi pulang, semoga suamiku dapat tugas lembur lagi sampai bulan depan”; atau bahkan “Semoga suamiku kecelakaan dan meninggal dunia”, maka sakinah sudah tidak ada lagi

Keluarga sakinah memiliki suasana yang damai, tenang, tenteram, aman, nyaman, sejuk, penuh cinta, kasih dan sayang. Keluarga yang saling menerima, saling memberi, saling memahami, saling membutuhkan. Keluarga yang saling menasihati, saling menjaga, saling melindungi, saling berbaik sangka. Keluarga yang saling memaafkan, saling mengalah, saling menguatkan dalam kebaikan, saling mencintai, saling merindukan, saling mengasihi. Keluarga yang diliputi oleh suasana jiwa penuh kesyukuran, terjauhkan dari penyelewengan dan kerusakan.

Hikmah Pernikahan

Pernikahan dalam Islam memiliki banyak hikmah. Oleh karena itu, Islam menganjurkan ummatnya untuk menikah dan tidak hidup melajang. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw, yang hidup sebagaimana manusia pada umumnya, hidup menikah dan tinggal bersama orang-orang yang dicintai. Berikut ini beberapa hikmah pernikahan dalam Islam yang bisa diambil pelajaran;

1. Menikah akan meninggikan harkat dan martabat manusia

Lihatlah bagaimana kehidupan manusia-manusia yang secara bebas mengumbar nafsu biologisnya tanpa melalui bingkai halal sebuah pernikahan, maka martabat dan harga diri mereka sama liarnya dengan nafsu yang tak bisa mereka kandangkan. Menikah menjadikan harkat dan martabat manusia-manusia yang menjalaninya menjadi lebih mulia dan terhormat. Manusia secara jelas akan berbeda dengan binatang, apabila ia mampu menjaga hawa nafsunya melalui pernikahan.

2. Menikah memuliakan kaum wanita

Banyak wanita-wanita yang pada akhirnya terjerumus pada kehidupan hitam hanya karena diawali oleh kegagalan menikah dengan orang-orang yang menyakiti kehidupan mereka. Menikah dapat memuliakan kaum wanita. Mereka akan ditempatkan sebagai ratu dan permaisuri dalam keluarga.

3. Menikah adalah cara melanjutkan keturunan

Salah satu tujuan menikah adalah meneruskan keturunan. Pasangan yang shaleh diharapkan mampu melanjutkan keturunan yang shaleh pula, dari anak-anak yang shaleh ini akan tercipta sebuah keluarga shaleh, selanjutnya menjadi awal bagi terbentuknya kelompok-kelompok masyarakat yang shaleh sebagai cikal bakal kebangkitan Islam di masa akan datang.

4. Wujud kecintaan Allah pada makhluk-Nya untuk dapat menyalurkan kebutuhan biologis secara terhormat dan baik.

Inilah bukti kecintaah Allah terhadap makhluk-Nya. Dia memberikan cara bagi makhluk-Nya untuk dapat memenuhi kebutuhan manusiawi seorang makhluk. Di dalam wujud kecintaan itu, dilimpahkan banyak keberkahan dan kebahagiaan hidup yang akan dirasakan melalui adanya pernikahan. Allah menjadikan makhluk-Nya berpasang-pasangan, dan ditumbuhkan padanya satu sama lain rasa cinta dan kasih sayang.

Hikmah yg lainnya
Melaksanakan sunnah nabi.
Cara yang halal untuk menyalurkan nafsu syahwat.
Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
Memelihara kesucian diri
Melaksanakan tuntutan syariat Islam
Membuat keturunan

Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral.

 Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak. Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab. Dapat mengeratkan silaturahim dua keluarga besar

رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ الدُّنْيَا كُلَّهَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita saleh


وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Luqman 14)

يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ .

Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).) ( Luqman 17)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu". (Q.S. At Tahrim: 6) 

Demikian pengetahuan kami mengenai pernikan yang sesuai dengan hukum Islam. Mudah-mudahan dapat menambah wawasan bagi para pembaca, khususnya penulis Aminnnnnnnnnnnn..................!11111111

No comments:

Post a Comment